BahriNews.id | Banggai Laut, Sulawesi Tengah – 31 Juli 2025
Kebijakan kepegawaian Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (DIKPORA) Kabupaten Banggai Laut kembali tercoreng. Kali ini, institusi yang seharusnya menjunjung integritas birokrasi itu dinilai tunduk pada intervensi Kepala Desa Tintingo, Badawin Sepole, yang diduga secara sepihak memaksakan pemberhentian Rasmin A. Timbangge—seorang tenaga administrasi yang telah mengabdi sejak 2009.
Pemutusan Surat Keputusan (SK) honorer daerah milik Rasmin tidak hanya mengabaikan prosedur yang sah, tapi juga mencoreng wajah birokrasi daerah. Tanpa evaluasi, tanpa klarifikasi, dan tanpa perlindungan hukum, DIKPORA justru memperkuat keputusan sepihak Kepala Desa dengan tidak memperpanjang masa kerja Rasmin. Padahal, yang bersangkutan telah tercatat dalam sistem pendataan nasional tenaga non-ASN di bawah Kementerian PAN-RB.
> “Saya hanya ingin tahu, apa salah saya hingga diberhentikan begitu saja? Selama ini saya hanya bekerja dan mengabdi,” ungkap Rasmin dengan mata berkaca.
Tindakan Sepihak = Pelanggaran Sistemik
Keputusan mendadak ini bukan sekadar malpraktik administratif, tetapi juga mengindikasikan pelanggaran serius terhadap UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN serta PP No. 49 Tahun 2018 tentang manajemen PPPK. Keduanya menegaskan pentingnya asas keadilan, akuntabilitas, dan non-diskriminasi dalam tata kelola kepegawaian.
“Ini contoh konkret bagaimana birokrasi bisa dibajak oleh kekuasaan lokal. DIKPORA Banggai Laut telah gagal menjaga independensi dan integritasnya. Ini adalah alarm bahaya bagi sistem kepegawaian kita,” tegas salah satu aktivis pemerhati kebijakan publik di Banggai Laut.
Desakan Publik: Bongkar Skandal, Pulihkan Keadilan
Kasus ini telah menyulut kemarahan publik. Sorotan tajam dari media dan masyarakat menuntut tanggung jawab penuh dari DIKPORA Banggai Laut dan investigasi atas tindakan Kepala Desa Badawin Sepole. Berikut poin-poin desakan yang digaungkan secara massif:
Investigasi Independen: Harus dilakukan penyelidikan menyeluruh atas proses pemberhentian Rasmin, termasuk kemungkinan pelanggaran hukum oleh pejabat desa dan dinas terkait.
Pemulihan Status Tanpa Syarat: Rasmin A. Timbangge harus segera dikembalikan ke posisinya dan hak-haknya dipulihkan.
Penjatuhan Sanksi Tegas: Jika terbukti ada penyalahgunaan wewenang atau kelalaian prosedural, pelakunya harus dikenai sanksi administratif maupun pidana.
Perlindungan Sistemik untuk Honorer: Pemerintah wajib menjamin nasib seluruh tenaga honorer yang telah terdata nasional dari intervensi liar pihak-pihak lokal.
Evaluasi Total Prosedur DIKPORA: Proses rekrutmen, evaluasi, dan pemberhentian honorer harus diproteksi dari pengaruh politik lokal dan harus berbasis merit.
Apakah Pemerintah Daerah Akan Tunduk atau Bertindak Tegas?
Kasus Rasmin adalah simbol dari konflik antara birokrasi rasional dan kekuasaan lokal yang rakus. Jika dibiarkan, bukan tidak mungkin tenaga honorer lainnya akan menjadi korban berikutnya.
Masyarakat menuntut sikap tegas dari Bupati Banggai Laut dan Kepala Dinas DIKPORA. Jika tidak ada langkah konkret, bukan hanya kepercayaan publik yang ambruk—tapi juga kredibilitas seluruh sistem kepegawaian non-ASN di daerah tersebut. (SB)
BahriNews.id akan terus mengawal kasus ini hingga keadilan ditegakkan.
(Redaksi | Investigasi Khusus BahriNews.id)