Balige — Bahrinews.id, Minggu 13 Juli 2025 - Para Hakim Muda Angkatan IX yang kini bertugas di Pengadilan Negeri (PN) Balige mengikuti kegiatan khusus mendalami budaya adat Batak Toba. Kegiatan ini digelar sebagai upaya memahami nilai-nilai lokal yang masih sangat hidup di tengah masyarakat Toba.
M. Tansiswo Siagian dari Batak Center Balige hadir sebagai narasumber utama. Ia menjelaskan pentingnya partuturan—sistem kekerabatan dalam adat Batak Toba—yang mengatur cara berinteraksi berdasarkan hubungan darah dan sosial, termasuk dalam hal panggilan dan tata cara bertutur.
Selain itu, ia juga memperkenalkan beberapa istilah penting dalam adat Batak seperti bius (gabungan komunitas adat), horja (ritual adat), huta (kampung), sosor (lingkungan kecil dalam huta), dan lumban (marga).
Tansiswo juga memaparkan tiga tingkatan sanksi dalam hukum adat Batak, yaitu:
- Ora-ora, larangan keras yang tidak boleh dilanggar;
- Pisah-pisah, berupa teguran atau peringatan adat;
- Pengasingan atau dikeluarkan dari adat, yang berarti tidak lagi diakui sebagai bagian dari komunitas adat.
Ketua PN Balige, Makmur Pakpahan, menyatakan kegiatan ini adalah bagian dari pembinaan etika dan pemahaman sosial bagi para hakim baru agar tidak mengalami kesulitan dalam memahami konteks budaya saat memutus perkara.
“Kami ingin para hakim tidak hanya paham hukum secara normatif, tetapi juga memiliki kepekaan terhadap nilai budaya lokal yang hidup di tengah masyarakat,” ujar Makmur.
Dalam penutup, Tansiswo menegaskan bahwa budaya kekerabatan dalam adat Batak bukan untuk memudahkan seseorang lepas dari jerat hukum, tetapi justru menekankan pentingnya penegakan keadilan yang bermartabat.
Makmur menambahkan, “Dimanapun hakim ditugaskan, mereka harus mampu menghormati budaya lokal tanpa mengorbankan independensinya sebagai pengadil.” (SB)