
BahriNews.id | Sumatera Utara – Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Sumut) tengah gencar menggaungkan program smart city atau Kota Cerdas. Konsep ini dipromosikan sebagai langkah modernisasi dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk mengelola kota lebih efisien, terkoneksi, dan berkelanjutan.
Namun, di balik jargon “kota cerdas”, muncul pertanyaan besar: apakah program ambisius ini benar-benar bisa berjalan di Sumut atau justru menjadi beban baru bagi masyarakat?
Penggiat sosial Muhammad Zulfahri Tanjung mengingatkan bahwa smart city bukan sekadar proyek teknologi, melainkan tantangan kompleks yang tidak mudah diwujudkan.

"Mewujudkan smart city tidak semudah membalik telapak tangan. Banyak faktor yang harus dikaji serius, mulai dari kemacetan, pelanggaran lalu lintas, hingga ledakan jumlah kendaraan,” ungkap Tanjung.
Ia menegaskan, sistem kota cerdas tidak serta-merta menekan pelanggaran lalu lintas. Alih-alih menjadi solusi cepat, smart city justru menyisakan celah besar yang dampaknya tak langsung dirasakan masyarakat.
Lebih dari itu, biaya implementasi smart city diperkirakan menelan dana raksasa. Investasi infrastruktur, perangkat digital, hingga pemeliharaan teknologi berpotensi menjadi beban keuangan pemerintah daerah dan pada akhirnya masyarakat.
“Ketika sistem ini bergantung penuh pada teknologi, risikonya juga besar. Bayangkan jika jaringan down, layanan publik bisa lumpuh dan masyarakat yang menanggung akibatnya,” tegasnya.
Kini publik menunggu jawaban: apakah smart city di Sumut akan menjadi terobosan nyata, atau sekadar proyek bergengsi yang sarat kelemahan dan menguras anggaran?
Reporter Mhd. Zulfahri Tanjung/Redaksi
