
BahriNews.id | Jakarta, 22 September 2025 – Dunia digital Indonesia sedang menghadapi tantangan serius. Ancaman siber semakin masif, sementara ketersediaan tenaga ahli keamanan digital masih minim. Menteri Ekonomi Kreatif (Ekraf), Teuku Riefky Harsya, memberi peringatan keras: Indonesia tidak bisa hanya jadi pasar pengguna teknologi, tapi harus melahirkan generasi pencipta solusi digital.
“Kita ingin memastikan talenta muda Indonesia mampu menghadirkan layanan keamanan siber bernilai ekonomi tinggi sekaligus memperkuat ekosistem ekonomi kreatif nasional,” tegas Teuku Riefky dalam puncak Cyber Breaker Competition (CBC) Season 2, ajang adu keterampilan siber yang diikuti ratusan anak muda.
CBC bukan sekadar lomba. Ajang ini jadi barometer: apakah Indonesia siap mencetak talenta baru untuk mengawal ruang digital sekaligus mendongkrak ekonomi kreatif.
Deputi Bidang Kreativitas Teknologi Digital Kemenekraf, Neil El Himam, mengakui dunia sedang kekurangan tenaga ahli keamanan siber. Ia bahkan menyebut angka ideal:
“Jika kita mampu menumbuhkan 35 ribu talenta muda di bidang ini, itu sudah cukup menjaga ruang digital Indonesia.”
Pernyataan ini bukan isapan jempol. Laporan global menunjukkan defisit tenaga ahli cybersecurity bisa berujung pada kerentanan sistem nasional. Indonesia jelas tak bisa berpangku tangan.
Deputi Keamanan Siber dan Sandi Keamanan Nasional BSSN, Slamet Aji Pamungkas, ikut menyoroti persoalan koordinasi.
“Strategi keamanan nasional akan berjalan efektif apabila pemerintah, industri, akademisi, dan komunitas berjalan bersama,” ujarnya.
CBC Season 2 yang digelar Peris.ai bersama tim e-sports RRQ pada 14 September 2025, menghadirkan format Capture the Flag (CTF) 2 vs 2 live hacking—pertarungan langsung para hacker muda. Lebih dari 600 peserta beradu kecerdasan digital.

Namun, persoalan terbesar bukan pada lomba, melainkan pasca-lomba. Direktur Teknologi Digital Baru, Dandy Yudha Feryawan, mengingatkan:
“Pipeline harus dibangun agar talenta muda tidak berhenti di lomba, tetapi bisa terserap di industri maupun pemerintahan.”
Pesan paling tajam datang dari Neil: keamanan digital harus dipandang sebagai investasi, bukan biaya.
“Kami mendorong pegiat siber Indonesia agar tumbuh dari individu, menjadi perusahaan, hingga industri yang kuat,” tandasnya.
Menteri Ekraf Teuku Riefky menutup dengan harapan besar: CBC tak boleh berhenti sebagai ajang seremonial, tapi harus berlanjut sebagai mesin lahirnya generasi baru penjaga ruang digital Indonesia. Visi ini sejalan dengan program Asta Ekraf menuju Indonesia Emas 2045, di mana subsektor digital diyakini bisa menjadi mesin pertumbuhan ekonomi baru.
Jika visi ini gagal diwujudkan, Indonesia berisiko selamanya menjadi “konsumen teknologi”, bukan “produsen solusi digital”.
Redaksi: BahriNews.id
