MEDAN – BahriNews.id | Ratusan mahasiswa dari Aliansi Mahasiswa Bergerak Bersama Rakyat (AMBARA) mengepung kantor Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan, Selasa (17/6/2025), mendesak pengadilan agar bersikap adil dan transparan dalam menyidangkan perkara tanah bermasalah yang diduga kuat sarat permainan mafia tanah.
Aksi digelar di depan kantor PTUN Medan, Jalan Bunga Raya No. 18, Asam Kumbang, sejak pukul 11.00 WIB. Massa membawa poster dan pengeras suara, meneriakkan tuntutan keras agar majelis hakim tidak bermain mata dalam perkara tumpang tindih sertifikat tanah yang kini disidangkan dengan nomor perkara 129/G/2024/PTUN-MDN.
“Hakim PTUN harus adil, jangan ada kongkalikong di PTUN!!” teriak para demonstran, menuding ada indikasi kejanggalan dalam kasus pembatalan Sertifikat Hak Milik No. 557/Sei Renggas Permata atas nama dr. T. Nancy Saragih, yang diterbitkan tahun 2013—padahal sertifikat asli atas lahan yang sama sudah terbit sejak 1965 oleh BPN.
Dalam orasinya, Koordinator Lapangan Rafi Siregar menegaskan bahwa pihaknya mencium aroma busuk mafia tanah yang mencoba “memoles legalitas” dengan dokumen cacat hukum.
“Kami sudah cukup sabar melihat perkara ini dipermainkan. Ini bukan sekadar sengketa tanah, tapi indikasi kuat bahwa ada mafia tanah yang menyusup ke sistem hukum. Kami tidak akan diam jika hukum dijadikan alat untuk melegalkan penyerobotan,” tegas Rafi.
AMBARA menyampaikan enam tuntutan tegas, di antaranya:
- Dukungan penuh kepada BPN Kanwil Sumut atas pembatalan SHM 557 yang tumpang tindih.
- Desakan keras agar majelis hakim memutus perkara secara netral, tidak tunduk pada tekanan dan intervensi.
- Dukungan terhadap Keputusan BPN Sumut No. 15/Pbt/BPN.12/IX/2024 yang membatalkan sertifikat bermasalah.
- Permintaan supervisi langsung dari Ketua PTUN dan PT.TUN atas hakim yang menangani perkara ini.
- Dukungan terhadap Mahkamah Agung untuk mencopot dan mempidanakan hakim yang terbukti menerima suap.
- Peringatan keras untuk menghentikan segala bentuk kolusi antara mafia tanah dan oknum di PTUN Medan.
Setelah berorasi hampir dua jam, perwakilan massa akhirnya diterima oleh Humas PTUN Medan, Andi Hendra Dwi Bayu Putra, SH, dan Fajar Sidik, SH, MH. Dalam audiensi, pihak PTUN menyatakan sebagian tuntutan mahasiswa diapresiasi, namun menegaskan bahwa keputusan tetap berada di tangan majelis hakim yang independen.
“Kalau putusan nanti tidak memuaskan pihak yang merasa berhak, bisa menempuh jalur pengaduan resmi yang akan diteruskan ke Mahkamah Agung,” ujar Andi diplomatis.
Namun mahasiswa menolak jawaban normatif. Rafi menegaskan bahwa pihaknya tidak hanya ingin janji, tetapi jaminan agar putusan benar-benar berpihak pada keadilan.
“Jangan sampai PTUN jadi pintu masuk mafia tanah melegalkan perampasan hak warga. Ini tanah rakyat, bukan komoditas untuk disulap dengan sertifikat palsu,” kata Rafi.
Usai pertemuan, massa aksi membubarkan diri dengan tertib, tetapi menegaskan akan kembali turun dengan jumlah lebih besar jika keadilan tidak ditegakkan. (Tim)