LAPORAN INVESTIGASI EKSKLUSIF: "KOST-KOSTAN NAKAL" DI MEDAN—ZONA MAKSIAT BERKEDOK USAHA, APARAT DIDUGA MAIN

Zulkarnaen_idrus
0


Oleh: Muhammad Zulfahri Tanjung/ Tim Investigasi Independen – Medan, Sumatera Utara

MEDAN — BahriNews.id | Di balik tembok kusam dua bangunan kost di kawasan strategis Kecamatan Percut Sei Tuan, aktivitas gelap diduga berlangsung setiap malam. Tempat yang seharusnya menjadi hunian sementara bagi mahasiswa dan pekerja, justru berubah menjadi “zona maksiat terorganisir”. Lebih mengejutkan, bangunan tersebut tak punya selembar pun izin resmi. Lalu ke mana pemerintah? Di mana aparat?


Kost-Kostan Liar, Tapi Nyaman: Ada yang Menjaga?

Tim investigasi menemukan dua rumah kost yang ramai dihuni, namun tak punya dasar hukum sedikit pun untuk beroperasi. Lokasinya di Jalan Mesjid dan Jalan William Iskandar, dua titik sibuk di Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deliserdang.

Pengelolanya, seorang pria bernama Felix Sitanggang, bukan nama asing di kalangan pebisnis kost lokal. Tapi yang membuat bulu kuduk merinding adalah caranya menjalankan bisnis: tanpa IMB, tanpa TDUP, tanpa Izin Pemondokan, dan tanpa Sertifikat Laik Fungsi (SLF).

Tidak cukup sampai di situ, rumah kost tersebut tak hanya menyalahi aturan administrasi, namun juga diduga keras menjadi tempat kumpul kebo dan praktik seks bebas. “Rata-rata penghuninya bukan pasangan sah. Mereka tinggal bebas, seperti hotel tapi tanpa aturan,” ujar warga sekitar yang enggan disebut namanya.




Dari Kost ke Maksiat: Dugaan Prostitusi Terselubung

Investigasi lebih dalam menemukan bahwa unit-unit kost yang disewakan itu tak hanya digunakan untuk tempat tinggal. "Mereka tinggal berdua, keluar masuk laki-laki berbeda. Aktivitas malam selalu gaduh, kadang terdengar suara berantem," ujar seorang tetangga di sekitar Jalan William Iskandar.


Kondisi ini membuat lingkungan sekitar resah. “Kami merasa kampung ini dijadikan tempat mesum. Pemerintah tidak hadir, polisi pura-pura buta. Jangan-jangan mereka sudah ‘masuk angin’,” ucap Bung Tanjung, aktivis sosial yang aktif mengadvokasi keresahan warga.



Hukum Tumpul ke Atas, Tajam ke Bawah?

Berdasarkan Peraturan Daerah, rumah kost dengan sepuluh kamar ke atas WAJIB memiliki izin usaha pemondokan. Tanpa itu, pengelola bisa dikenakan sanksi pidana kurungan tiga bulan atau denda Rp10 juta. Tapi sampai berita ini diturunkan, tak ada tindakan sedikit pun dari Pemkab Deliserdang maupun Polsek Medan Tembung.

“Kami menduga kuat ada backing dari oknum aparat. Tidak mungkin dua bangunan besar beroperasi bertahun-tahun tanpa diganggu jika tidak ada yang melindungi dari belakang,” tegas Bung Tanjung.


Hal ini membuka dugaan yang lebih serius: pembiaran sistematis oleh aparat dan pejabat setempat, demi uang bulanan yang mengalir senyap. Warga menyebut adanya “setoran rutin” kepada pihak tertentu agar tempat itu tak disentuh hukum.



Dampak Sosial: Bom Waktu di Tengah Warga

Kehadiran rumah kost ilegal ini telah mengganggu ketertiban masyarakat. Anak-anak remaja di lingkungan itu mulai terpapar gaya hidup bebas para penghuni kost. Keamanan warga menurun drastis, dan konflik kecil antarwarga mulai bermunculan.

“Kami butuh tindakan nyata, bukan janji basa-basi. Kalau Pemda dan Polisi tak sanggup, biarkan rakyat bertindak. Jangan salahkan kalau nanti kami bubarkan paksa,” ujar seorang tokoh masyarakat setempat dengan nada geram.



Siapa yang Lindungi Felix Sitanggang?

Ini menjadi pertanyaan paling krusial. Bagaimana mungkin seseorang seperti Felix, yang terang-terangan melanggar aturan, bisa menjalankan bisnis gelapnya tanpa hambatan?


Sumber internal yang berhasil kami hubungi menyebutkan bahwa ada keterlibatan oknum aparat dan pejabat kelurahan. “Sudah biasa. Selama ada amplop, semua bisa mulus,” katanya singkat.



Penutup: Di Ujung Sabar, Warga Bisa Meledak

Medan, kota yang dikenal sebagai pusat pendidikan dan perdagangan, kini dirusak oleh pembiaran terhadap bisnis ilegal berkedok hunian. Jika pemerintah dan aparat terus bersembunyi di balik birokrasi, jangan heran bila warga mengambil langkah sendiri.


Pertanyaannya bukan lagi ‘kapan akan ditindak’, tapi: siapa yang akan bertanggung jawab saat masyarakat kehilangan kepercayaan pada hukum?

Tags

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)

#buttons=(Ok, Go it!) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Hubungi Kami
Ok, Go it!