Deli Serdang – BahriNews.id |
Sikap arogan dan diduga otoriter ditunjukkan oleh oknum polisi lalu lintas Polres Deli Serdang terhadap awak media saat meliput kegiatan penilangan kendaraan di depan Pos Lantas Tanjung Morawa, Senin (2/6/2025). Peristiwa ini memicu kecaman tajam dari insan pers yang menilai telah terjadi penghalangan tugas jurnalistik di ruang publik.
Kejadian bermula ketika wartawan yang tengah meliput melihat sebuah kendaraan pick-up bermuatan berlebih (overload) diberhentikan oleh petugas lalu lintas. Namun, bukannya ditilang di tempat, pengemudi kendaraan justru diarahkan ke dalam Pos Lantas Tanjung Morawa. Awak media yang mencoba mencari tahu kejelasan tindakan itu hanya menemui kernet mobil, sementara sopir dibawa ke pos tanpa proses tilang terbuka.
Curiga dengan prosedur tersebut, wartawan kemudian mendatangi Pos Lantas untuk meminta penjelasan dari petugas terkait. Namun alih-alih mendapatkan klarifikasi, wartawan justru mendapatkan penolakan keras. Seorang oknum petugas yang diketahui bernama Bripka Putra, bahkan diduga mencoba menggiring opini bahwa kehadiran wartawan melanggar etika, dan terkesan ingin mengkriminalisasi aktivitas jurnalistik.
Wakil Pimpinan Redaksi BahriNews.id, Muhammad Zulfahri Tanjung, mengecam keras sikap petugas tersebut. Ia menilai ada upaya menutupi praktik tak sesuai prosedur dan membuka dugaan praktik penyimpangan.
“Kalau tidak ada yang salah, kenapa harus takut diliput? Mengapa pengemudi tidak ditilang di tempat seperti biasanya? Kenapa malah dibawa ke dalam pos? Ini memperkuat dugaan publik bahwa praktik ‘main mata’ dan korupsi masih mengakar di Pos Lantas Tanjung Morawa,” tegas Zulfahri.
Lebih ironis lagi, saat dikonfirmasi terkait SOP penindakan di lapangan, Kanit Turjawali Polres Deli Serdang IPTU Leonard Naibaho memilih bungkam dan menghindar dari wartawan. Sikap ini menambah panjang daftar tanda tanya dan memperkuat asumsi bahwa ada sesuatu yang coba disembunyikan oleh institusi penegak hukum tersebut.
Zulfahri menyatakan pihaknya akan membawa kasus ini ke ranah hukum. Mengacu pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, setiap pihak yang dengan sengaja menghalangi atau menghambat kerja jurnalistik dapat dipidana penjara paling lama dua tahun atau denda hingga Rp500 juta.
“Kami tak akan tinggal diam. Ini bukan hanya tentang kami sebagai wartawan, ini soal keterbukaan informasi publik dan supremasi hukum. Aparat seharusnya menjadi pelindung hukum, bukan pelanggar hukum,” pungkasnya.
Kasus ini menjadi alarm keras bagi kepolisian, khususnya Polres Deli Serdang, untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap anggota di lapangan. Indonesia bukan negara militeristik. Pers adalah pilar demokrasi. Menghalanginya sama saja merusak fondasi negara hukum.
Laporan: Ahmad zulfahri