BahriNews.id | Binjai, 10 Mei 2025 – Dunia pendidikan Kota Binjai kembali tercoreng. Kegiatan perpisahan siswa kelas IX di SMP Negeri 6 Binjai menjadi sorotan tajam usai muncul dugaan pungutan liar (pungli) sebesar Rp650 ribu per siswa. Yang digelar pada tanggal 03-04 Mei 2025 bertempat di hotel Sinabung Hill Brastagi, acara ini diduga tidak memiliki dasar hukum dan berpotensi melanggar berbagai regulasi pendidikan.
Wakil Wali Kota Binjai, Hasanul Jihadi, bereaksi cepat saat dikonfirmasi. “Saya akan mendalami permasalahan ini dan segera berkoordinasi dengan Bapak Wali Kota agar Inspektorat turut memeriksa. Kita serius dalam melawan pungli,” ujarnya tegas, Sabtu (10/5/2025).
Namun bukan hanya Pemko yang bersuara. Tokoh masyarakat sekaligus praktisi hukum Sumatera Utara, Ahmad Zulfikar SH, menyebut kegiatan ini sebagai bentuk nyata komersialisasi pendidikan yang menyimpang. “Ini bukan sekadar acara perpisahan. Ini modus pungli yang dibungkus rapi. Tidak ada dasar hukumnya, dan oleh karena itu ilegal,” tegasnya.
Zulfikar menyatakan, acara semacam ini bukan bagian dari proses belajar mengajar, sehingga tidak boleh dibebankan kepada siswa, apalagi dalam bentuk pungutan masif. Ia menekankan, jika sekolah dan komite terlibat dalam kegiatan seperti ini, maka harus ada tindakan tegas dan terbuka.
Ia juga mengurai sejumlah regulasi yang dilanggar:
- Permendikbud RI No. 44 Tahun 2012 Pasal 9 Ayat (1): Melarang sekolah dasar negeri melakukan pungutan biaya pendidikan.
- PP No. 17 Tahun 2010 Pasal 181 Huruf d: Melarang tenaga pendidik melakukan pungutan yang bertentangan dengan peraturan.
- SE Disdik Kota Binjai No. 400-3-671/DISDIK/II/2025: Larangan tegas terhadap kegiatan study tour dan sejenisnya di lingkungan sekolah.
Zulfikar menambahkan, praktik semacam ini tidak hanya cacat moral, tapi juga rawan melanggar UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional serta PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Tak berhenti di situ, ia menyoroti indikasi penyalahgunaan dana BOS yang digunakan tanpa tercantum dalam RKAS (Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah). “Kalau benar dana BOS digunakan, ini pelanggaran serius. Saya minta Inspektorat, Kejaksaan, bahkan unit Tipikor untuk turun. Ini tidak bisa dibiarkan,” katanya tajam.
Sebagai langkah konkret, Zulfikar mendesak Dinas Pendidikan Kota Binjai untuk:
- Menampung dan melindungi seluruh keberatan orang tua siswa.
- Melakukan audit dan investigasi menyeluruh, transparan, dan independen.
- Memberikan sanksi administratif hingga pidana terhadap pihak yang terbukti bersalah.
“Kita harus hentikan praktik pendidikan berbiaya diam-diam seperti ini. Pendidikan dasar itu hak, bukan barang dagangan. Jangan jadikan sekolah sebagai ladang pungli,” pungkas Zulfikar.
Sangat disayangkan pihak sekolah hingga berita ini ditayangkan masih bungkam.
Kasus ini menjadi alarm keras bagi pengelolaan pendidikan di Binjai. Ketika sekolah mulai lupa fungsi dan mandatnya, maka masyarakat, hukum, dan negara wajib hadir untuk mengoreksi. (Tim)