Langkat - BahriNews.id | Isu dugaan korupsi di lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat kembali mencuat. Sepanjang tahun 2023 hingga 2024, laporan demi laporan mengalir ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) dan Ditreskrimsus Polda Sumut, namun penanganannya dinilai mandek dan tidak transparan.
Fokus laporan tertuju pada indikasi kuat penyimpangan dalam proyek Pengadaan Obat dan Barang Medis Pakai Habis (BMPH) Tahun Anggaran 2023. Meskipun pihak Kejati Sumut melalui Kasi Penkum Adre Wanda Ginting telah membenarkan adanya surat masuk dan upaya pendalaman kasus, namun hingga kini belum ada kejelasan soal proses hukum dan pihak-pihak yang diduga terlibat.
"Benar, ada surat masuk terkait pengadaan obat dan BMPH 2023 di Dinas Kesehatan Langkat. Maka dilakukan pendalaman untuk mengetahui fakta-faktanya," ujar Adre, Kamis (8/5/2025), saat dikonfirmasi awak media.
Sayangnya, pihak Kejati belum bersedia membeberkan perkembangan penyelidikan ataupun memberikan keterangan resmi terkait siapa saja yang sudah diperiksa, termasuk dugaan keterlibatan langsung Kepala Dinas Kesehatan Langkat, dr. Juliana, yang sempat terlihat berada di kantor Kejati pada 29 April 2023.
Lebih ironis, realisasi anggaran Dinas Kesehatan Langkat tahun 2023 sebesar Rp110,5 miliar hanya mencapai 57,89% atau sekitar Rp63,9 miliar per 30 November 2023. Namun di tengah pelaksanaan pembelian obat dan BMPH, kelangkaan obat justru marak terjadi di RSUD dan puskesmas se-Kabupaten Langkat. Keluarga pasien kerap diminta membeli obat dari luar akibat stok kosong.
Upaya konfirmasi terhadap Kadis Kesehatan maupun Kabid Yankes, Joni, berujung nihil. Keduanya tidak berada di tempat atau memilih menghindar ketika hendak dimintai keterangan oleh awak media, Kamis (8/5/2025).
Carut-marut pelayanan kesehatan ini bahkan menjadi sorotan tajam dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi B DPRD Langkat pada 18 Februari 2025 lalu. Para legislator geram karena tidak satupun Kepala Puskesmas secara resmi melaporkan kelangkaan obat dan alat kesehatan di lapangan.
"Di sini jangan ada istilah beking-beking. Kalau memang salah, akui saja. Jangan merasa kuat karena ada keluarga di belakang," tegas anggota Komisi B, Juriah.
Komisi B juga mempertanyakan kerjasama Dinkes Langkat dengan dua perusahaan farmasi. Diduga, Kadis menerima fee dari kerja sama tersebut. Parahnya lagi, jenis obat yang disuplai memiliki masa kadaluarsa pendek, hanya dua tahun, dan nyaris tak layak edar saat sampai ke puskesmas.
Ketua Komisi B DPRD Langkat, Sedarita Ginting menegaskan, transparansi dibutuhkan untuk menjawab dugaan publik. "Jangan salahkan wartawan atau LSM kalau mulai menduga-duga adanya praktik suap. Publik butuh jawaban, bukan sembunyi."
Hingga kini, masyarakat menanti ketegasan aparat penegak hukum dalam menuntaskan indikasi korupsi dan memperbaiki kualitas layanan kesehatan di Langkat yang kian terpuruk. (ZoelIdrus/R.Hartono)