Binjai, 12 April 2025 — Bahrinews.id | Dugaan manipulasi dalam laporan penggunaan Dana Insentif Fiskal (DIF) tahun anggaran 2024 di Kota Binjai memicu gelombang protes dari kalangan mahasiswa. Aksi unjuk rasa yang digelar pada Sabtu (12/4) menuntut transparansi dan akuntabilitas Pemerintah Kota Binjai dalam mengelola dana yang digelontorkan Kementerian Keuangan tersebut.
Seharusnya, laporan penggunaan DIF telah selesai disusun dan diserahkan pada Juli 2024. Namun hingga kini, laporan tersebut mengalami keterlambatan. Tak hanya itu, sejumlah pihak mencurigai adanya penyimpangan penggunaan anggaran, termasuk dugaan tumpang tindih proyek (overlapping) dan alokasi yang tidak sesuai dengan petunjuk teknis (juknis) dari Kementerian Keuangan.
Menurut data resmi dari situs Kementerian Keuangan, Kota Binjai mendapatkan kucuran dana sebesar Rp20,8 miliar. Namun hasil audit DPRD Kota Binjai menunjukkan bahwa total penggunaan anggaran DIF mencapai Rp32 miliar—selisih yang menimbulkan tanda tanya besar.
Zulkifli Gayo, Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat LPPAS-RI Kota Binjai, menyebut bahwa kejanggalan ini tidak terlepas dari permainan dalam proses penilaian Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sumatera Utara. Padahal, menurut Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK, Kota Binjai mengalami defisit anggaran yang melampaui ambang batas yang ditetapkan.
“Kalau Binjai defisit, kok bisa dapat WTP? Kita menduga ada campur tangan elite agar DIF tetap cair,” ujar Zulkifli dalam keterangannya kepada wartawan.
Zulkifli juga menyoroti distribusi dana yang tidak merata. Menurutnya, sejumlah pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) tidak mengetahui adanya dana DIF, sementara OPD yang tidak mengusulkan seperti Dinas PUPR justru menerima anggaran tersebut, bahkan digunakan untuk pembayaran utang.
“Padahal dana itu harusnya digunakan untuk pengentasan kemiskinan dan stunting. Sampai April 2025, belum ada terlihat hasil nyata dari pelaksanaan program tersebut,” tambahnya.
Ia juga mencurigai adanya pengalihan anggaran tanpa pembahasan di Perubahan APBD (P-APBD), yang disebut berkaitan erat dengan momentum politik Pilkada Kota Binjai.
“Kenapa perubahan anggaran tidak dibahas dalam P-APBD? Ini patut dicurigai sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang menjelang Pilkada,” tegas Zulkifli.
Atas sejumlah temuan dan dugaan tersebut, LPPAS-RI mendesak Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) untuk melakukan penyelidikan terhadap Walikota Binjai, Amir Hamzah, beserta jajaran Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kota Binjai, termasuk Sekda, Inspektorat, BPKAD, dan Bappeda.
“Kami minta Kejatisu turun tangan. Ini bukan sekadar kesalahan administrasi, ini berpotensi jadi tindak pidana korupsi,” tutupnya.
(ZOELIDRUS)