
Ketua Umum DPP Aliansi Cyber Pers Aktivis Indonesia sekaligus Pimpinan Redaksi Aktivis-Indonesia.co.id, Herry Setiawan, S.H., C.BJ., C.EJ., menegaskan: penanganan perkara dugaan pelecehan seksual oleh Polres Subulussalam penuh kejanggalan, bahkan cacat hukum.
Cacat Hukum yang Dipaksakan
Herry menguraikan sejumlah pelanggaran serius:
Perdamaian korban dan tersangka sudah ditempuh, tetapi polisi ngotot menahan Ngatiman tanpa alasan jelas.
Penangkapan dilakukan tanpa surat resmi, melabrak aturan KUHAP.
Kanit PPA Polres Subulussalam, Edy, diduga meminta uang Rp35 juta kepada pihak Ngatiman.
Tindakan ini bukan hanya pelanggaran etik, tapi juga mencoreng wajah Polri di mata publik.
“Ini bukan lagi soal hukum, tapi soal permainan kotor. Ketika ada perdamaian, mengapa penahanan masih dipaksakan? Ada apa di balik ini semua?” tegas Herry dengan nada keras.

Aliansi Cyber Pers Aktivis Indonesia mendesak Kapolda Aceh segera mengambil alih kasus ini. Tidak ada alasan menunda:
1. Ngatiman harus dibebaskan segera.
2. Oknum Kanit PPA Edy diperiksa tuntas atas dugaan pungli dan pemerasan.
3. Kapolda Aceh harus buktikan integritas institusinya.
“Kalau Kapolda Aceh diam, kami akan bawa kasus ini ke Mabes Polri dan Kompolnas. Jangan biarkan Polres Subulussalam jadi kubangan praktik kotor,” tambah Herry.

Senada dengan itu, Raja Irfansyah, Kaperwil Aktivis-Indonesia.co.id Aceh, menyebut kasus ini telah mencederai keadilan dan mempermalukan profesi jurnalis.
“Perilaku Kanit PPA Edy bukan hanya aib, tapi penghinaan terhadap keadilan. Kapolda Aceh harus bergerak cepat. Jika tidak, publik akan menilai Polri sengaja melindungi oknum busuk di tubuhnya,” tegasnya.
Skandal yang Harus Dibongkar
Kasus Ngatiman kini berubah menjadi skandal. Publik menunggu: apakah Kapolda Aceh berani menindak bawahannya atau justru membiarkan bau busuk ini menggerogoti citra Polri di Aceh.
Reporter: Tim Investigasi BahriNews.id
