
“Faktanya, banyak ruas jalan yang belum terpasang kamera. Di wilayah yang tidak terjangkau, pelanggaran tetap marak,” tegas Hendra.
Ia juga menyoroti pelanggaran yang sulit terdeteksi, seperti penggunaan plat nomor palsu atau plat ditutup, hingga kesalahan teknis berupa pengiriman surat tilang yang tidak tepat sasaran. Lemahnya koordinasi dan kapasitas aparat penegak hukum pun disebut memperburuk situasi.
“Budaya masyarakat kita masih patuh kalau ada polisi yang berjaga. ETLE belum cukup jadi efek jera,” ungkapnya.

Hendra menilai perluasan kamera ETLE, peningkatan kapasitas aparat, serta pengembangan teknologi deteksi pelanggaran mutlak dilakukan. Edukasi publik pun harus diperkuat agar masyarakat paham dan patuh, bukan hanya takut pada tilang.
Lebih jauh, ia mendesak Mahkamah Agung agar mengeluarkan surat edaran khusus mengenai pedoman ETLE. “Tanpa payung hukum yang jelas, penindakan bisa menimbulkan ketidakpastian dan rasa tidak adil bagi masyarakat,” tandasnya.
Jika tidak segera dibenahi, sistem ETLE yang digadang sebagai wajah modern penegakan hukum lalu lintas dikhawatirkan hanya menjadi proyek pencitraan tanpa hasil nyata di lapangan.
Reporter: Mhd. Zulfahri Tanjung
Redaksi: BahriNews.id
