Oknum Petugas Lapas Kuala Tungkal Diduga Aniaya Narapidana, Korban Alami Cacat Permanen

Zulkarnaen_idrus
0


Teluk Nilau, Kuala Tungkal – BahriNews.id | Dugaan penganiayaan berat kembali terjadi di lingkungan pemasyarakatan. Seorang Kepala Regu Penjagaan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kuala Tungkal bernama Rio dilaporkan oleh tiga mantan narapidana, yakni Novrian Ramadhan, Apri, dan Eman, atas dugaan tindak kekerasan yang mengakibatkan luka berat dan cacat permanen. Laporan resmi dilayangkan pada Jumat (15/08/2025).


Korban Apri menceritakan, peristiwa bermula ketika mereka dituduh mengambil telepon genggam milik sesama warga binaan. Dari depan masjid, mereka dipaksa dan ditarik oleh Rio hingga berujung pada penyiksaan.


“Salah memang dari kami bang, karena mengambil handphone milik Opung Gabe. Dari depan masjidlah awalnya awak ditarik... kayak narik anjing awak dibuatnya,” kenang Apri.


Akibat kejadian tersebut, para korban mengalami luka serius. Ramadhan menderita patah tulang rusuk hingga menyembul keluar, Apri kehilangan fungsi pendengaran di telinga kiri, sementara Eman sering merasakan pusing disertai muntah.


“Rama tulang rusuknya sampai keluar dan susah bernapas. Kalau awak, telinga kiri sudah tak bisa dengar. Kalau Eman, kepalanya sering pusing dan muntah sejak kejadian,” lanjut Apri.


Kejadian ini terjadi saat Lapas Kuala Tungkal masih dipimpin oleh I Gusti Lanang Agus CP A.Md.IP., S.H., M.Si. Namun hingga kini, Kalapas Kuala Tungkal yang baru, Iwan Darmawan A.Md.IP., S.H., M.Si., belum memberikan keterangan resmi terkait laporan penganiayaan tersebut.



Pelanggaran HAM dan Aturan Pemasyarakatan

Menurut Fahmi dari LBH PHASIVIC, tindakan yang diduga dilakukan oknum petugas lapas jelas bertentangan dengan hukum pidana serta kode etik pemasyarakatan.


Dalam Pasal 351 KUHP, penganiayaan yang menyebabkan luka berat dapat dipidana penjara hingga 5 tahun. Sementara Pasal 466 UU No. 1 Tahun 2023 menegaskan bahwa jika perbuatan mengakibatkan cacat permanen, pelaku bisa dijerat hukuman penjara maksimal 5 tahun.


Selain itu, Permenkumham No. 16/2011 menegaskan bahwa petugas pemasyarakatan wajib menghormati martabat warga binaan, menjauhkan diri dari kekerasan, dan bersikap ramah dalam interaksi. Pelanggaran kode etik dapat berujung pada sanksi moral, mutasi, penundaan kenaikan pangkat, hingga pemecatan.


“Petugas lapas yang terbukti melakukan penganiayaan bisa dikenai sanksi pidana dan disiplin. Ini bukan lagi soal pembinaan, tapi sudah masuk ranah pelanggaran HAM,” tegas Fahmi.



Desakan Penegakan Hukum

Kasus ini memperpanjang daftar dugaan kekerasan di dalam lapas. LBH PHASIVIC mendesak Kemenkumham dan aparat penegak hukum untuk bertindak tegas serta memastikan keadilan bagi para korban.


“Harus ada langkah nyata agar praktik kekerasan di lapas dihentikan. Proses hukum wajib ditegakkan, supaya kepercayaan publik terhadap lembaga pemasyarakatan bisa dipulihkan,” tutup Fahmi.

Redaksi: BahriNews.id



Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)

#buttons=(Ok, Go it!) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Hubungi Kami
Ok, Go it!