Revolusi Pembuktian Narkotika: Hentikan Monopoli Saksi Penangkap, Hakim Harus Dengar Suara Orang Terdekat Terdakwa!

Redaksi Media Bahri
0


Jakarta, BahriNews.id – Satu lagi borok dalam sistem peradilan pidana narkotika di Indonesia terkuak. Praktik persidangan yang terus-menerus hanya mengandalkan kesaksian polisi penangkap kini dinilai tidak hanya dangkal secara hukum, tapi juga kontraproduktif terhadap semangat rehabilitasi yang dijamin undang-undang.


Pengadilan Negeri Pulau Punjung, dalam sidang yang dipimpin Hakim Dedy Agung Prasetyo, S.H., menjatuhkan vonis terhadap dua terdakwa narkotika. Namun sorotan tajam muncul bukan dari amar putusan, melainkan dari fakta bahwa persidangan masih terjebak pola lama: hanya polisi yang bersuara, sementara suara keluarga terdakwa dibungkam!


UU Narkotika Mandatkan Rehabilitasi, Tapi Fakta di Lapangan Justru Kriminalisasi

Pasal 54 UU No. 35 Tahun 2009 jelas: pecandu wajib direhabilitasi. Namun, praktik di ruang sidang justru membelokkan arah hukum. Testimoni penangkap dijadikan satu-satunya bukti utama, seakan-akan vonis bisa diputus hanya dari kronologi satu arah—versi aparat! Dimana letak keadilan jika yang terdengar hanya suara yang ingin menghukum, bukan menyelamatkan?


Ini bukan sekadar persoalan prosedural. Ini adalah bentuk kegagalan mendalam sistem hukum kita dalam memahami bahwa penyalahgunaan narkotika bukan hanya persoalan kriminal, tapi juga persoalan sosial, psikologis, bahkan kemanusiaan.


Testimoni Polisi: Sepihak, Penuh Stigma, Minim Konteks

Fakta di lapangan membuktikan, kesaksian saksi penangkap nyaris selalu hanya berputar pada kronologi penangkapan dan barang bukti. Sementara itu, dimensi penting seperti kondisi mental terdakwa, latar belakang keluarga, atau tekanan sosial yang dihadapi—semuanya hilang dari pengadilan.


Yang lebih mengkhawatirkan, keterangan aparat justru cenderung membentuk narasi hitam-putih: terdakwa pelaku kejahatan, titik! Tanpa ruang untuk narasi bahwa terdakwa adalah korban ketergantungan atau tekanan sosial.


Kenapa Saksi Terdekat Tak Pernah Dihadirkan? Ketakutan atau Ketidaktahuan?

Padahal, KUHAP sendiri tidak melarang saksi dari kalangan keluarga atau orang terdekat terdakwa untuk memberikan kesaksian—asal ada persetujuan kedua pihak. Namun di praktiknya, jaksa dan hakim seolah tutup mata. Tak ada dorongan untuk menghadirkan sudut pandang berbeda dari orang-orang yang paling tahu kondisi terdakwa sebelum, saat, dan setelah terlibat narkotika.


Kenapa suara ibu, ayah, istri, suami, atau sahabat tidak pernah didengar? Apakah mereka dianggap tak kredibel? Atau memang sistem hukum kita lebih suka menghukum daripada menyelamatkan?


Hakim Harus Bergerak, Bukan Diam!

Dalam praktik peradilan progresif, hakim tak boleh sekadar menunggu fakta disuapkan oleh jaksa atau penasihat hukum. Hakim berwenang—dan berkewajiban—meminta tambahan informasi, termasuk menghadirkan saksi baru (Pasal 180 KUHAP). Jika hakim sungguh-sungguh ingin putusannya adil dan menyentuh nurani, mengapa tidak menginisiasi hadirnya orang terdekat terdakwa?


Restorative justice bukan hanya jargon seminar. Ini saatnya diterapkan—melibatkan komunitas, keluarga, dan sistem dukungan sosial dalam menyelamatkan terdakwa dari jerat narkotika.


Rekomendasi BahriNews.id: Bongkar Praktik Pembuktian Usang!

  1. Wajibkan kehadiran saksi dari kalangan terdekat terdakwa dalam kasus penyalahgunaan narkotika untuk diri sendiri.
  2. Jaksa Agung harus keluarkan edaran khusus tentang diversifikasi alat bukti dalam perkara narkotika.
  3. Mahkamah Agung harus mendorong pelatihan bagi hakim dan jaksa, untuk mengubah paradigma dari menghukum ke menyelamatkan.
  4. LPSK dan Komnas HAM perlu turun tangan, mengawasi potensi pelanggaran hak terdakwa akibat proses pembuktian yang berat sebelah.


Penutup: Ini Darurat Keadilan

Indonesia tidak kekurangan undang-undang. Yang kita kekurangan adalah keberanian dan nurani dalam menerapkannya. Selama yang bersuara di ruang sidang hanya penangkap, dan yang didengar hanya narasi tunggal milik aparat, maka keadilan bagi terdakwa kasus narkotika akan selalu timpang. 


Redaksi: BahriNews.id menyerukan: hentikan pembuktian satu arah! Dengar suara mereka yang paling dekat dengan terdakwa—karena merekalah yang tahu kebenaran yang sebenarnya.

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)

#buttons=(Ok, Go it!) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Hubungi Kami
Ok, Go it!