Secanggang | BahriNews.id – 13 Mei 2025- Aroma busuk korupsi menyeruak dari Desa Secanggang, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat. Seorang oknum Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD) berinisial SA diduga menggadaikan lahan milik desa yang sah tercatat sebagai aset Pemerintah Desa, demi menutup utang pribadi senilai Rp20 juta.
Tanah seluas 2.300 meter persegi di Dusun Tanah Tinggi itu, yang direncanakan sebagai fasilitas olahraga untuk masyarakat, diduga digadaikan secara diam-diam oleh SA kepada seorang warga berinisial As. Lebih parah lagi, transaksi tersebut dibalut dengan surat pernyataan gadai dan disaksikan oknum Kepala Dusun, seolah-olah legal dan sah. Padahal, tanah itu merupakan aset sah desa dengan nomor inventaris resmi: 2.01.01.01.00001.
Kepala Desa Secanggang, T. Syaiful Anhar, membenarkan bahwa lahan tersebut telah dibeli oleh pemerintah desa pada 20 Mei 2020 dari warga bernama Rohana dan sudah tercatat resmi sebagai milik desa.
“Saya heran, mengapa oknum ini berani seenaknya menggadaikan tanah desa. Ini tindakan nekat dan melawan hukum. Bahkan sebelumnya sudah kami peringatkan secara resmi,” tegas Kades.
Surat peringatan yang disebut, Nomor: 220-255/SC/IV/2023 tertanggal 11 Maret 2023, dilayangkan setelah SA diketahui mencangkul lahan desa tanpa izin. Tapi peringatan itu diabaikan mentah-mentah, dan kini muncul fakta lebih serius: tanah desa digadaikan seharga Rp20 juta dengan janji dikembalikan dua tahun kemudian.
Dikonfrontasi oleh wartawan, SA tak menyangkal perbuatannya. Anehnya, ia malah berdalih bahwa dirinya adalah pembeli sah tanah tersebut dari masa kepemimpinan Kades sebelumnya, almarhum Ahkyar, meski bukti-bukti kepemilikan sah kini berada di Kantor Desa.
“Ya, saya gadaikan. Tapi itu tanah saya. Saya sudah keluarkan Rp60 juta. Karena janji kades sekarang untuk ganti belum ditepati, saya gadaikan untuk bayar utang bank,” ujarnya enteng.
Pernyataan SA justru menguak borok baru: dugaan transaksi gelap di masa pemerintahan sebelumnya yang belum pernah diproses secara administratif. SA mengaku memiliki kwitansi pembelian, tapi tak mampu menunjukkan legalitasnya di atas kertas resmi negara.
Lebih mengejutkan, SA menyebut dirinya tim sukses kades saat ini dan menuding Kades T. Syaiful Anhar tidak menepati janji politik.
“Saya bukan maling. Saya muslim. Saya beli tanah itu, ada kwitansi, ada tanda tangan dusun, bendahara LPMD lama, dan almarhum Kades. Kalau mau dilaporkan ke pengadilan, saya siap. Hakim yang tentukan saya salah atau tidak,” tantangnya.
Komentar SA justru mempertegas bahwa urusan tanah desa telah dikotori oleh kepentingan politik, permainan uang, dan dendam kekuasaan. Desa dijadikan tumbal kepentingan pribadi.
Kini masyarakat menuntut: usut tuntas, penjarakan jika bersalah, bongkar jaringan mafia tanah dalam lingkaran pemerintahan desa. Tidak ada tempat bagi oknum rakus yang menjual hak rakyat demi menyelamatkan dompet pribadi.
Inspektorat Kabupaten Langkat dan aparat penegak hukum harus segera turun tangan. Jika dibiarkan, kasus ini akan menjadi preseden buruk bagi pemerintahan desa di seluruh Indonesia.
Reporter Investigasi: Rudy Hartono/ZoelIdrus
Editor Utama: Redaksi BahriNews.id