Mandailing Natal, Sumatera Utara — Bahrinews.id | Proyek ambisius bertajuk Smart Village yang seharusnya menjadi tonggak modernisasi 377 desa di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara, justru berubah menjadi skandal yang mencoreng wajah pembangunan desa. Proyek ini kini tengah disorot tajam menyusul dugaan korupsi dengan nilai kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp 9,4 miliar.
Program ini diluncurkan pada tahun 2023 sebagai bagian dari inisiatif Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk mendorong digitalisasi desa-desa melalui penyediaan infrastruktur internet dan pelatihan teknologi informasi. Namun, pelaksanaan proyek yang dikerjasamakan dengan PT Info Media Solusi Net (ISN) justru menyisakan banyak pertanyaan dan kekecewaan.
Setiap desa diminta menyetor dana sekitar Rp 24,9 juta, yang bersumber dari alokasi Dana Desa. Namun ironisnya, menurut pengakuan para kepala desa, satu-satunya “hasil” yang mereka terima hanyalah sertifikat partisipasi—tanpa perangkat, jaringan internet, atau fasilitas digital lainnya seperti yang dijanjikan.
“Tidak ada wujud infrastruktur digital di desa kami. Kami hanya diberi sertifikat, itu pun tanpa kejelasan manfaat. Uangnya ke mana?” ujar salah satu kepala desa yang enggan disebut namanya.
Zulkifli, Ketua LSM LPPASS- RI (Lembaga Swadaya Masyarakat Peduli Pembangunan dan Aset Sejahtera-Republik Indonesia), angkat bicara dan mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera turun tangan. Ia menuding adanya kelumpuhan institusi penegak hukum di tingkat daerah yang seakan menutup mata terhadap penderitaan ratusan desa yang menjadi korban.
“Sudah jelas ada penyimpangan besar di sini. Namun sampai hari ini, belum ada tindakan tegas dari aparat penegak hukum di daerah. Kami meminta KPK turun langsung untuk membongkar praktik kotor ini,” tegas Zulkipli.
Desakan serupa juga datang dari Mhd. Jaspen Pardede Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Peduli Politik Pemerintahan dan hukum - Sumatera Utara (LSM P3H-SU). Ia menyoroti bahwa fakta tidak adanya pembangunan fisik atau teknologi di ratusan desa merupakan bukti konkret terjadinya penyimpangan anggaran.
“Sampai hari ini, 377 desa tidak ada memiliki akses internet seperti yang dijanjikan. Ini sudah bukan lagi dugaan—ini adalah bukti kegagalan pelaksanaan dan potensi korupsi yang nyata,” ungkap Jaspen.
Kecurigaan terhadap PT ISN semakin menguat menyusul kasus serupa di Sumatera Selatan. Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan telah menetapkan Direktur PT ISN, berinisial MA, sebagai tersangka dalam proyek Smart Village di Kabupaten Musi Banyuasin. Hal ini memperkuat dugaan bahwa modus serupa dilakukan secara sistematis di berbagai wilayah.
Masyarakat Mandailing Natal kini menanti keberanian dan ketegasan aparat penegak hukum, baik dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara maupun dari pusat, untuk mengusut kasus ini secara tuntas. Mereka berharap agar semua pihak yang terlibat, mulai dari pejabat daerah hingga pihak swasta yang terlibat dalam pengadaan proyek, segera diperiksa dan dimintai pertanggungjawaban.
“Dana desa adalah hak rakyat, bukan ladang bancakan. Ini soal keadilan, soal masa depan desa-desa kami,” tutup Jaspen dengan nada tegas.(ZOELIDRUS)