Binjai — Bahrinews.id | Pepatah "mulutmu harimaumu" tampaknya sangat tepat disematkan kepada BS (26), seorang pemuda asal Binjai yang kini harus berhadapan dengan hukum akibat ulah nekatnya membuat laporan palsu ke polisi demi menutupi masalah keuangan pribadi.
BS, yang sehari-hari bekerja sebagai karyawan swasta, datang ke Polsek Binjai bersama ayahnya, AI (55), pada Sabtu malam, 5 April 2025. Dalam laporannya, ia mengaku menjadi korban pembegalan sepeda motor oleh pelaku tak dikenal. Namun, sejak awal laporan diterima, petugas kepolisian sudah mencium adanya sejumlah kejanggalan dari cerita BS.
Keterangan yang disampaikan BS dinilai tidak konsisten, terutama saat dilakukan pemeriksaan di lokasi kejadian. Kejanggalan semakin jelas saat BS diminta melakukan reka ulang kejadian, di mana ia mengaku langsung pulang tanpa melewati jalur yang biasanya padat warga, yakni area bawah terowongan tol.
Penyelidikan semakin menguat setelah petugas memeriksa ponsel milik BS. Ditemukan bukti transaksi pembayaran tunggakan kredit sepeda motor Yamaha Nmax sebesar Rp1.969.000 ke leasing BAF pada pukul 21.30 WIB di hari yang sama. Fakta ini jelas bertentangan dengan klaim
Akhirnya, BS tak mampu lagi mengelak. Ia mengakui bahwa kejadian perampasan tersebut hanyalah rekayasa. Sepeda motornya sebenarnya telah ia jual melalui sebuah platform marketplace seharga Rp8.700.000. Pertemuan dengan pembeli dilakukan di sebuah warung kopi di kawasan Binjai, dan uang hasil penjualan digunakan untuk melunasi tunggakan kredit serta cicilan pinjaman online (pinjol).
Tak berhenti di situ, demi memperkuat kebohongannya, BS nekat membuang dompet beserta dokumen-dokumen penting seperti KTP, SIM, NPWP, dan kartu debit ke sungai di Pasar 5, Desa Bulu Cina, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang. Ia juga menggunakan jasa ojek online dan ojek pangkalan guna merekayasa seolah-olah baru saja mengalami kejadian kriminal, sebelum akhirnya menelepon orang tuanya dan meminta dijemput.
Akibat perbuatannya, BS kini dijerat Pasal 220 KUHP tentang pengaduan palsu, yang mengancam pelaku dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan.
Kisah ini menjadi pelajaran penting bahwa kebohongan, sekecil apa pun, dapat berujung pada konsekuensi hukum yang serius. Mengelabui orang tua dan aparat penegak hukum bukan hanya memperparah masalah, tapi juga mencoreng integritas diri sendiri.