PANGANDARAN – BahriNews.id | Kekecewaan mendalam menyelimuti Forum Diskusi Masyarakat Pangandaran (Fokus Mapan) setelah aspirasi mereka mendorong pembentukan Panitia Khusus (Pansus) dugaan korupsi pengelolaan tiket wisata kandas di DPRD Kabupaten Pangandaran.
Meski Fokus Mapan telah melakukan audiensi dengan fraksi-fraksi besar, mulai dari PKB, Golkar, Gerindra, hingga PKS, tak satu pun berani mengusulkan Pansus.
“Ini bukti nyata DPRD kehilangan taring. Mereka tak mampu mengawasi jalannya pemerintahan,” tegas Direktur Eksekutif Sarasa Institute, Tedi Yusnanda N, Kamis (28/8/2025).
DPRD Gagal, Publik Bertanya
Tedi menilai sikap bungkam DPRD tidak hanya gagal menjalankan fungsi pengawasan, tapi juga mempertanyakan keberpihakan wakil rakyat. Ia menyinggung gejolak politik di daerah lain sebagai peringatan keras.
“Di Pati, demonstrasi rakyat menolak kenaikan pajak berkembang menjadi gerakan pemakzulan bupati. Di Jakarta, kerusuhan di DPR RI terjadi akibat tunjangan fantastis anggota dewan di tengah penderitaan rakyat. Pertanyaannya, apakah Pangandaran juga harus menempuh jalan serupa karena DPRD tak berani membela kepentingan rakyat?” tegas Tedi.
Menurutnya, DPRD gagal menangkap aspirasi masyarakat yang ingin Pansus dibentuk demi membongkar dugaan korupsi yang merugikan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Proses Hukum Jalan Terus
Meski DPRD diam, Tedi melihat harapan masih ada melalui jalur hukum. Penanganan kasus di Polres Pangandaran memang masih tahap penelaahan, namun jumlah pihak yang diperiksa menunjukkan progres.
“Sejak audiensi pertama Fokus Mapan dengan Kapolres pada 24 Juli 2025, sembilan orang diperiksa. Kini sudah 16 orang. Ini progres yang patut diapresiasi,” ujar Tedi.
Ia mengutip pernyataan Kasatreskrim Polres Pangandaran, AKP Idas Wardias, S.H., M.H., bahwa proses hukum akan dijalankan tegak lurus sesuai prosedur. Meski lamban, ketelitian sangat penting agar kasus benar-benar terungkap.
“Ini bukan sekadar pelanggaran administrasi. Dugaan perampokan PAD harus diusut tuntas. Siapapun yang terlibat, tanpa pandang bulu, harus dijerat hukum,” tegas Tedi.
Masyarakat Sipil Harus Ambil Alih
Tedi menegaskan Sarasa Institute dan Fokus Mapan akan terus mengawal proses hukum. Kegagalan DPRD membentuk Pansus justru menegaskan pentingnya peran masyarakat sipil dalam menekan aparat penegak hukum.
“Kami akan mendesak Irwasda Polda Jabar dan Divisi Propam Polda Jabar mengawasi jalannya perkara. Jika DPRD lemah, rakyat hanya bisa berharap pada hukum yang ditegakkan secara murni dan konsekuen,” pungkasnya.
Dengan gagalnya Pansus dan lambatnya proses hukum, kekecewaan masyarakat kian memuncak. Menutup wawancara, Tedi Yusnanda N bertanya:
“Apakah rakyat harus turun ke jalan untuk memperjuangkan keadilan?”
BahriNews.id – Tajam & Menggigit